Sukses

Mabua Bahagia Lepas Harley-Davidson

Keputusan berat telah ditetapkan PT Mabua Harley Davidson (MHD) dan PT Mabua Motor Indonesia (MMI)

Liputan6.com, Jakarta - Keputusan berat telah ditetapkan PT Mabua Harley Davidson (MHD) dan PT Mabua Motor Indonesia (MMI) dengan melepas status keagenan Harley Davidson (HD) di pasar nasional. Keputusan ini disayangkan oleh konsumen di Tanah Air, terlebih lagi MHD telah menjalani bisnisnya selama 17 tahun.

Komisaris MHD Soetikno Soedarjo mengatakan, sebelum memutuskan untuk melepas keagenan HD, ia bersama Direktur Utama MHD Djonnie Rahmat telah berupaya dalam mempertahankan bisnis ini. Namun setelah dihitung-hitung untuk beberapa waktu ke depan, tidak ada keuntungan yang didapat.

Oleh karena itu, ia memutuskan untuk melepas keagenan HD di Indonesia. "Saya bukan ego businessman, hanya merek bagus tapi rugi terus. Buat apa?" katanya.

Meski sedih akan keputusan ini, di satu sisi Soetikno mengaku berbahagia. "Jadi selain kesedihan kita (melepas HD), saya berbahagia. Sangat berbahagia karena sudah tidak jadi dealer Harley lagi. Saya sudah jadi costumer bersama Pak Djonnie dan Pak Vino," akunya.

Menurut dia, dengan melepas keagenan ini pihaknya tidak dipusingkan lagi dalam memikirkan importasi, pendaftaran merek, ataupun berhubungan dengan yang berwajib untuk lalu lintas dan lain sebagainya.

"Gak gampang jualan Harley. Kalau Anda jualan Harley, Anda menjadi teman dengan customer. Saya angkat jempol bersama tim saya di Harley, ketemu isteri dan keluarga saat weekend saja tidak pernah karena tiap weekend harus menemani costumer," ujarnya.

Sayangnya, keputusan ini menjadi mimpi buruk bagi karyawannya. Meski begitu Soetikno mengaku akan berupaya untuk memberikan jalan yang terbaik bagi karyawannya.

"Sedihnya, pegawai saya 500 orang. Sekarang mereka harus meninggalkan usaha kami. Saya dan Pak Djonnie serta grup MRA berusaha untuk memberi alokasi pada unit-unit kami yang lain," pungkasnya.

Sementara itu ada sejumlah hal yang menyebabkan Mabua sulit menjual moge Harley-Davidson, selain masalah pelemahan rupiah adapula sejumlah aturan yang memberatkan.

Direktur Utama MHD Djonnie Rahmat, mengatakan, setidaknya ada empat aturan yang memberatkan importasi motor besar, yakni:

  • PMK No 175/PMK.011/2013 tentang Kenaikan Tarif PPh 22 Import dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen;
  • PP No 22 Tahun 2014 tentang Kenaikan Pajak Penjualan Barang Mewah dari 75 persen menjadi 125 persen;
  • PMK No 90/PMK.03/2015 tentang Penetapan Tarif PPh 22 Barang Mewah untuk Motor Besar dengan Kapasitas Mesin di Atas 500 cc dari 0 persen menjadi 5 persen; dan
  • PMK No 132/PMK.010/2015 tentang Kenaikan Tarif Bea Masuk Motor Besar dari semula 30 persen menjadi 40 persen.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.