Sukses

Mahathir Mohamad Ungkap Alasan Hengkang dari Proton

Mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, akhirnya buka suara terkait pengunduran dirinya sebagai kepala Proton.

Liputan6.com, Kuala Lumpur - Mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, resmi mengundurkan diri sebagai ketua mobil nasional Malaysia, Proton Holdings. Keputusan ini berlaku efektif 30 Maret lalu.  

Mahathir tidak segera memberikan penjelasan terkait pengunduran dirinya itu. Baru pada hari ini (6/4/2016), pria yang berkuasa di Malaysia selama 23 tahun ini buka suara. Ia mengelak pemberitaan yang mengatakan bahwa dirinya didepak.

"Saya tidak diusir oleh manajemen Proton atau pemilik. Saya memutuskan pada diri saya sendiri, demi Proton saya harus pergi. Saya tidak punya dendam terhadap Proton," ujarnya, dilansir Malaymailonline, Rabu (6/4/2016).

Mahathir sadar dirinya adalah persona non grata (bahasa Latin, orang yang tidak diinginkan) oleh pemerintah. "Saya tidak ingin menjadi penyebab ketidakmampuan Proton untuk memulihkan diri," tambahnya.

Memang, dalam hal jumlah, penjualan mobil nasional Malaysia ini terus turun. Banyak pengamat mengatakan faktor penyebabnya adalah ketidakmampuan bersaing dengan pabrikan mobil lainnya. 

Ia juga mengeluhkan kebijakan negara pengekspor mobil. Menurutnya, negara pengekspor itu menerapkan kebijakan ketat yang membuat Proton tak bisa masuk ke tempat asal mereka. Padahal, di satu sisi Malaysia membuka pintu seluasnya pada pabrikan mereka.

Akibatnya, Proton juga kesulitan bersaing dengan pabrikan lain seperti Toyota, Hyundai, dan mobil-mobil Eropa di pasar domestik mereka sendiri.

Proton juga tidak bisa mengharapkan bantuan dari Pemerintah Malaysia. Hal ini disebabkan karena saham Proton sebagian besar tak lagi dikuasai negara. Proton juga telah memberikan dana lebih banyak ke negara dibanding bantuan yang diterima. 

Terakhir, Mahathir mengatakan saat ini pemerintah tak punya lagi kebanggaan memiliki produk nasional. Sebab, "impor lebih murah dan lebih banyak konsumen dibanding produsen. Dalam demokrasi, angka itu penting. Jadi jumlah banyak lebih menyenangkan dibanding kapasitas nasional yang bisa dikembangkan," tutupnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini